Sumatera Utara –TimurNews.id – Ahli Hukum Pidana Sumut, Dr. Ikhwaluddin Simatupang, menilai bahwa norma hukum dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sudah tepat dalam mengatur penyelidikan dan penyidikan. Ia menegaskan bahwa kewenangan penyelidikan dan penyidikan harus sepenuhnya diberikan kepada Polri, sementara Jaksa hanya berfokus pada penuntutan.
Menurut mantan Direktur LBH Medan (2006–2009) itu, tugas utama Jaksa adalah meneliti kelayakan berkas perkara yang disiapkan Polri untuk dilimpahkan ke pengadilan. Ia menilai, sistem saat ini sudah memberikan kontrol dengan adanya kewajiban pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Jaksa, pengawasan internal Polri, serta mekanisme praperadilan untuk menguji sahnya penyidikan dan tindakan upaya paksa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam disertasi doktoralnya tahun 2021, Dr. Ikhwaluddin mengusulkan pembatasan kewenangan Jaksa dalam menuntut hukuman bagi terdakwa. Ia berpendapat bahwa jumlah tuntutan hukuman seharusnya menjadi hak korban atau ahli warisnya, sebagaimana konsep Restorative Justice (RJ) yang telah diatur dalam Peraturan Kapolri dan Kejaksaan Agung.
Ia menegaskan, keputusan akhir terkait bersalah atau tidaknya terdakwa serta besaran hukuman harus sepenuhnya menjadi kewenangan majelis hakim. Selain itu, upaya hukum seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali juga seharusnya menjadi hak korban atau ahli warisnya.
“Idealnya, penyelidikan dan penyidikan seluruh tindak pidana diberikan kepada Polri, Jaksa fokus pada penuntutan dengan kewenangan terbatas, serta hakim yang menentukan putusan akhir berdasarkan nilai keadilan,” tutupn
ya. (Tim)













