Lebak, Timurnews.id – Dunia pendidikan kembali tercoreng. Kepala Sekolah SMKN 1 Sobang, berinisial AN, diduga bersikap arogan saat dikonfirmasi oleh awak media terkait sejumlah hal menyangkut kegiatan sekolah. 31-08-2025.
Peristiwa tersebut terjadi di Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak. Menurut keterangan wartawan yang hadir, AN justru berbicara dengan nada tinggi, keras, bahkan terkesan merendahkan profesi jurnalis. Sikap yang ditunjukkan itu dianggap tidak pantas, apalagi mengingat jabatan yang disandang adalah seorang kepala sekolah—figur yang seharusnya menjadi teladan bagi guru, murid, dan masyarakat.
“Cara berbicaranya kasar, keras, seolah-olah meremehkan. Sangat disayangkan karena seharusnya kepala sekolah punya etika komunikasi yang baik, apalagi menghadapi wartawan yang hanya menjalankan tugasnya,” ungkap salah seorang jurnalis yang enggan disebutkan namanya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sikap arogan seorang pejabat publik, terlebih di bidang pendidikan, dinilai menciderai semangat keterbukaan informasi. Profesi wartawan dilindungi undang-undang dan memiliki hak untuk mencari serta menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers:
Pasal 4 ayat (3): Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.
Pasal 18 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Sejumlah tokoh masyarakat Sobang pun menilai kejadian ini sangat memalukan. “Kalau seorang kepala sekolah saja sudah tidak bisa menghargai profesi wartawan, bagaimana bisa memberikan teladan yang baik kepada para siswanya?” tegas salah satu tokoh warga setempat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak media masih berupaya melakukan konfirmasi lanjutan kepada AN maupun Dinas Pendidikan Banten untuk mendapatkan keterangan resmi.
Peristiwa ini menjadi catatan serius, bahwa etika komunikasi pejabat publik, terlebih pendidik, harus mencerminkan sikap bijak, santun, serta mampu menjaga marwah pendidikan, bukan sebaliknya merendahkan profesi yang dilindungi undang-undang
(,Ttn, Mulyana).