Manado Timurnews.id – Polda Sulawesi Utara resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kepada Sinode GMIM, yang terjadi pada kurun waktu 2020 hingga 2023.
Kelima tersangka tersebut terdiri dari empat orang dari unsur Pemerintah Provinsi Sulut dan satu orang dari Sinode GMIM. Salah satunya adalah Pdt. Hein Arina, bersama empat rekannya yang kini telah menyandang status tersangka.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini disampaikan langsung oleh Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harry Langie dalam konferensi pers yang digelar di Aula Tribrata Polda Sulut, Senin (7/4/2025) malam. Kapolda turut didampingi Wakapolda Brigjen Pol Bahagia Dachi, Dirreskrimsus dan Kabid Humas.
“Perkara ini masih dalam tahap penyidikan. Polda Sulut telah menetapkan tersangka atas nama JRK, AGK, FK, SK, dan HA,” ujar Kapolda.
Menurutnya, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Setelah dilakukan penyelidikan dan gelar perkara, penyidik menyimpulkan adanya cukup bukti untuk menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Dalam prosesnya, penyidik telah memeriksa total 84 saksi yang terdiri dari berbagai pihak, termasuk 8 saksi dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, 7 dari Biro Kesra, 11 dari Tim Anggaran Pemprov, 6 dari Inspektorat, 10 dari Sinode GMIM, 11 dari UKIT, dan 31 orang dari masyarakat serta pelapor.
Polda juga melibatkan keterangan ahli dari Kemendagri, Kemenkumham, ahli konstruksi dari Politeknik, serta ahli perhitungan kerugian negara. Berdasarkan audit dari BPKP, ditemukan kerugian negara sebesar Rp8.967.684.405.
Para tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Kapolda mengimbau masyarakat untuk menghormati proses hukum dan tidak terprovokasi.
“Proses hukum adalah proses yang terhormat. Kami menjunjung tinggi HAM dan asas praduga tak bersalah. Mari kita berpikir ke arah kemajuan Sulut dan menghormati hukum yang berjalan,” tegasnya.
Laporan: Michael Hontong